[syawal1428H]-Hati bukan Kristal..


Matahari kian tepat berpaksi tegak di kepala. Sinarannya terus membakar dengan teriknya. Keringat membasahi seluruh badan dua orang pemuda yang berpangkat “Site Engineer” yang sedang melepaskan lelah di sudut kabin. Deruman jentolak dan kren-kren terus memekak dan membingitkan telinga.”Pian, kau nak order tak nasi bungkus kat restoran Tong Fah tu?” pelawa Zul kepada Sufian yang kelihatan hampir tidak bermaya. Sufian terus membisu. “Zul, aku dah berazam tahun ini aku nak berpuasa penuh, tak nak puasa bocor-bocor lagi macam tahun-tahun lepas, aku nak sembahyang terawih setiap malam” ujar Sufian dengan penuh keazaman menatap teman setia sekerjanya itu. Riak wajah Zul terlukis seribu kejutan dan persoalan. “Betul Zul, aku betul-betul berazam Ramadhan ini, kau pun kena juga berazam, sampai bila kita nak ponteng puasa?” tegas Sufian kepada kawan karibnya itu sejak dibangku kuliah di universiti tempatan. “Kau dah berubah Pian, aku berjanji nak berubah juga” ujar Zul yang terkesima dengan semangat Sufian pada Ramadhan ini.
Berubah? Inilah masanya untuk kita berubah. Daripada lemah kepada kuat, daripada kurang bersemangat kepada penuh optimis. Ramadhan yang disajikan untuk kita oleh Pencipta Yang Agung penuh dengan keberkahan, keampunan dan seribu peluang keemasan. Di dalamnya ada motivasi, ada keazaman dan semangat baru. Pemikiran yang mengatakan Ramadhan itu hanya untuk bertahan lapar dan dahaga sepanjang hari harus dikikis daripada terus menyelinap masuk ke hati kita. Doktrin yang sedemikian rupa hanya mampu mengubah manusia pada luaran sahaja. Mungkin ianya mampu menurunkan kadar lemak dan berat badan dan tidak lebih daripada itu. Tetapi yang lebih didambakan lagi bagaimana Ramadhan ini mampu memberi kesan yang mendalam terhadap sahsiah, sehingga perginya Ramadhan nanti berjaya mengusir segala kepincangan sahsiah dalam diri kita. Tetapi apakah suara hati kita mampu membisikkan sedemikian? Ataupun nafsu yang akan terus merajai diri sehingga kita akur menjadi “Yes Man” kepadanya. Inilah tanda-tanda hati masih terpalit dengan karat-karat jahiliyyah angkara nafsu yang telah terdidik dengan bisikan syaitan. Ketika syaitan-syaitan dibelenggu, bisikan nafsu yang belum tertunduk itu masih mampu meneruskan perjuangan jahat syaitan untuk mencacatkan Ramadhan kita.

Hati bukan kristal. Tidak sekeras struktur kristal. Sekali tercalar atau pecah berderai, tidak mampu bercantum kembali. Tetapi hati ini adalah bersifat berbolak balik dan mampu dijernihkan semula dengan taubat nasuha walaupun seribu calar balar terukir. Itulah kelebihan hati berbanding kristal, walaupun indah dan mahal, namun bila berderai, tong sampah sahaja yang layak buatnya. Inilah masanya untuk kita berubah. Ramadhan telah menjanjikan pemurnian iman dan penjernihan jiwa bagi sesiapa yang mendambakannya. “Dan untuk yang demikian itu hendaklah berlumba-lumba bagi mereka yang ingin merebut kelebihan dan kesenangan” (83:26). Inilah yang diungkapkan oleh Allah dalam surah Al-Mutaffifin supaya kita sentiasa optimis dan cintakan kepada perubahan yang lebih baik bagi mengejar kelebihan dan kesenangan yang dijanjikan oleh-Nya.

Hati bukan kristal! Tetapi hati yang berjaya disucikan di sepanjang Ramadhan ini akan lebih indah, bernilai dan bergemerlapan dari kristal.

12 Hal yg menarik minat pria terhadap wanita


Cinta adalah fitrah manusia. Cinta juga salah satu bentuk kesempurnaan penciptaan yang Allah berikan kepada manusia. Allah menghiasi hati manusia dengan perasaan cinta pada banyak hal. Salah satunya cinta seorang lelaki kepada seorang wanita, demikian juga sebaliknya.

Rasa cinta bisa menjadi anugerah jika luapkan sesuai dengan bingkai nilai-nilai ilahiyah. Namun, perasaan cinta dapat membawa manusia ke jurang kenistaan bila diumbar demi kesenangan semata dan dikendalikan nafsu liar.

Islam sebagai syariat yang sempurna, memberi koridor bagi penyaluran fitrah ini. Apalagi cinta yang kuat adalah salah satu energi yang bisa melanggengkan hubungan seorang pria dan wanita dalam mengarungi kehidupan rumah tangga. Karena itu, seorang pria shalih tidak asal dapat dalam memilih wanita untuk dijadikan pendamping hidupnya.

Ada banyak faktor yang bisa menjadi sebab munculnya rasa cinta seorang pria kepada wanita untuk diperistri. Setidak-tidaknya seperti di bawah ini.

1. Karena akidahnya yang Shahih

Keluarga adalah salah satu benteng akidah. Sebagai benteng akidah, keluarga harus benar-benar kokoh dan tidak bisa ditembus. Jika rapuh, maka rusaklah segala-galanya dan seluruh anggota keluarga tidak mungkin selamat dunia-akhirat. Dan faktor penting yang bisa membantu seorang lelaki menjaga kekokohan benteng rumah tangganya adalah istri shalihah yang berakidah shahih serta paham betul akan peran dan fungsinya sebagai madrasah bagi calon pemimpin umat generasi mendatang.

Allah menekankah hal ini dalam firmanNya, “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah: 221)

2. Karena paham agama dan mengamalkannya

Ada banyak hal yang membuat seorang lelaki mencintai wanita. Ada yang karena kemolekannya semata. Ada juga karena status sosialnya. Tidak sedikit lelaki menikahi wanita karena wanita itu kaya. Tapi, kata Rasulullah yang beruntung adalah lelaki yang mendapatkan wanita yang faqih dalam urusan agamanya. Itulah wanita dambaan yang lelaki shalih.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, ambillah wanita yang memiliki agama (wanita shalihah), kamu akan beruntung.” (Bukhari dan Muslim)

Rasulullah saw. juga menegaskan, “Dunia adalah perhiasan, dan perhiasan dunia yang paling baik adalah wanita yang shalihah.” (Muslim, Ibnu Majah, dan Nasa’i).

Jadi, hanya lelaki yang tidak berakal yang tidak mencintai wanita shalihah.

3. Dari keturunan yang baik

Rasulullah saw. mewanti-wanti kaum lelaki yang shalih untuk tidak asal menikahi wanita. “Jauhilah rumput hijau sampah!” Mereka bertanya, “Apakah rumput hijau sampah itu, ya Rasulullah?” Nabi menjawab, “Wanita yang baik tetapi tinggal di tempat yang buruk.” (Daruquthni, Askari, dan Ibnu ‘Adi)

Karena itu Rasulullah saw. memberi tuntunan kepada kaum lelaki yang beriman untuk selektif dalam mencari istri. Bukan saja harus mencari wanita yang tinggal di tempat yang baik, tapi juga yang punya paman dan saudara-saudara yang baik kualitasnya. “Pilihlah yang terbaik untuk nutfah-nutfah kalian, dan nikahilah orang-orang yang sepadan (wanita-wanita) dan nikahilah (wanita-wanitamu) kepada mereka (laki-laki yang sepadan),” kata Rasulullah. (Ibnu Majah, Daruquthni, Hakim, dan Baihaqi).

“Carilah tempat-tempat yang cukup baik untuk benih kamu, karena seorang lelaki itu mungkin menyerupai paman-pamannya,” begitu perintah Rasulullah saw. lagi. “Nikahilah di dalam “kamar” yang shalih, karena perangai orang tua (keturunan) itu menurun kepada anak.” (Ibnu ‘Adi)

Karena itu, Utsman bin Abi Al-’Ash Ats-Tsaqafi menasihati anak-anaknya agar memilih benih yang baik dan menghindari keturunan yang jelek. “Wahai anakku, orang menikah itu laksana orang menanam. Karena itu hendaklah seseorang melihat dulu tempat penanamannya. Keturunan yang jelek itu jarang sekali melahirkan (anak), maka pilihlah yang baik meskipun agak lama.”

4. Masih gadis

Siapapun tahu, gadis yang belum pernah dinikahi masih punya sifat-sifat alami seorang wanita. Penuh rasa malu, manis dalam berbahasa dan bertutur, manja, takut berbuat khianat, dan tidak pernah ada ikatan perasaan dalam hatinya. Cinta dari seorang gadis lebih murni karena tidak pernah dibagi dengan orang lain, kecuali suaminya.

Karena itu, Rasulullah saw. menganjurkan menikah dengan gadis. “Hendaklah kalian menikah dengan gadis, karena mereka lebih manis tutur katanya, lebih mudah mempunyai keturunan, lebih sedikit kamarnya dan lebih mudah menerima yang sedikit,” begitu sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi.

Tentang hal ini A’isyah pernah menanyakan langsung ke Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika engkau turun di sebuah lembah lalu pada lembah itu ada pohon yang belum pernah digembalai, dan ada pula pohon yang sudah pernah digembalai; di manakah engkau akan menggembalakan untamu?” Nabi menjawab, “Pada yang belum pernah digembalai.” Lalu A’isyah berkata, “Itulah aku.”

Menikahi gadis perawan akan melahirkan cinta yang kuat dan mengukuhkan pertahanan dan kesucian. Namun, dalam kondisi tertentu menikahi janda kadang lebih baik daripada menikahi seorang gadis. Ini terjadi pada kasus seorang sahabat bernama Jabir.

Rasulullah saw. sepulang dari Perang Dzat al-Riqa bertanya Jabir, “Ya Jabir, apakah engkau sudah menikah?” Jabir menjawab, “Sudah, ya Rasulullah.” Beliau bertanya, “Janda atau perawan?” Jabir menjawab, “Janda.” Beliau bersabda, “Kenapa tidak gadis yang engkau dapat saling mesra bersamanya?” Jabir menjawab, “Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah gugur di medan Uhud dan meninggalkan tujuh anak perempuan. Karena itu aku menikahi wanita yang dapat mengurus mereka.” Nabi bersabda, “Engkau benar, insya Allah.”

5. Sehat jasmani dan penyayang

Sahabat Ma’qal bin Yasar berkata, “Seorang lelaki datang menghadap Nabi saw. seraya berkata, “Sesungguhnya aku mendapati seorang wanita yang baik dan cantik, namun ia tidak bisa melahirkan. Apa sebaiknya aku menikahinya?” Beliau menjawab, “Jangan.” Selanjutnya ia pun menghadap Nabi saw. untuk kedua kalinya, dan ternyata Nabi saw. tetap mencegahnya. Kemudian ia pun datang untuk ketiga kalinya, lalu Nabi saw. bersabda, “Nikahilah wanita yang banyak anak, karena sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat lain.” (Abu Dawud dan Nasa’i).

Karena itu, Rasulullah menegaskan, “Nikahilah wanita-wanita yang subur dan penyayang. Karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya kalian dari umat lain.” (Abu Daud dan An-Nasa’i)

6. Berakhlak mulia

Abu Hasan Al-Mawardi dalam Kitab Nasihat Al-Muluk mengutip perkataan Umar bin Khattab tentang memilih istri baik merupakan hak anak atas ayahnya, “Hak seorang anak yang pertama-tama adalah mendapatkan seorang ibu yang sesuai dengan pilihannya, memilih wanita yang akan melahirkannya. Yaitu seorang wanita yang mempunyai kecantikan, mulia, beragama, menjaga kesuciannya, pandai mengatur urusan rumah tangga, berakhlak mulia, mempunyai mentalitas yang baik dan sempurna serta mematuhi suaminya dalam segala keadaan.”

7. Lemah-lembut

Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari A’isyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Wahai A’isyah, bersikap lemah lembutlah, karena sesungguhnya Allah itu jika menghendaki kebaikan kepada sebuah keluarga, maka Allah menunjukkan mereka kepada sifat lembah lembut ini.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Jika Allah menghendaki suatu kebaikan pada sebuah keluarga, maka Allah memasukkan sifat lemah lembut ke dalam diri mereka.”

8. Menyejukkan pandangan

Rasulullah saw. bersabda, “Tidakkah mau aku kabarkan kepada kalian tentang sesuatu yang paling baik dari seorang wanita? (Yaitu) wanita shalihah adalah wanita yang jika dilihat oleh suaminya menyenangkan, jika diperintah ia mentaatinya, dan jika suaminya meninggalkannya ia menjaga diri dan harta suaminya.” (Abu daud dan An-Nasa’i)

“Sesungguhnya sebaik-baik wanitamu adalah yang beranak, besar cintanya, pemegang rahasia, berjiwa tegar terhadap keluarganya, patuh terhadap suaminya, pesolek bagi suaminya, menjaga diri terhadap lelaki lain, taat kepada ucapan dan perintah suaminya dan bila berdua dengan suami dia pasrahkan dirinya kepada kehendak suaminya serta tidak berlaku seolah seperti lelaki terhadap suaminya,” begitu kata Rasulullah saw. lagi.

Maka tak heran jika Asma’ binti Kharijah mewasiatkan beberapa hal kepada putrinya yang hendak menikah. “Engkau akan keluar dari kehidupan yang di dalamnya tidak terdapat keturunan. Engkau akan pergi ke tempat tidur, di mana kami tidak mengenalinya dan teman yang belum tentu menyayangimu. Jadilah kamu seperti bumi bagi suamimu, maka ia laksana langit. Jadilah kamu seperti tanah yang datar baginya, maka ia akan menjadi penyangga bagimu. Jadilah kamu di hadapannya seperti budah perempuan, maka ia akan menjadi seorang hamba bagimu. Janganlah kamu menutupi diri darinya, akibatnya ia bisa melemparmu. Jangan pula kamu menjauhinya yang bisa mengakibatkan ia melupakanmu. Jika ia mendekat kepadamu, maka kamu harus lebih mengakrabinya. Jika ia menjauh, maka hendaklah kamu menjauh darinya. Janganlah kami menilainya kecuali dalam hal-hal yang baik saja. Dan janganlah kamu mendengarkannya kecuali kamu menyimak dengan baik dan jangan kamu melihatnya kecuali dengan pandangan yang menyejukan.”

9. Realistis dalam menuntut hak dan melaksanakan kewajiban

Salah satu sifat terpuji seorang wanita yang patut dicintai seorang lelaki shalih adalah qana’ah. Bukan saja qana’ah atas segala ketentuan yang Allah tetapkan dalam Al-Qur’an, tetapi juga qana’ah dalam menerima pemberian suami. “Sebaik-baik istri adalah apabila diberi, dia bersyukur; dan bila tak diberi, dia bersabar. Engkau senang bisa memandangnya dan dia taat bila engkau menyuruhnya.” Karena itu tak heran jika acapkali melepas suaminya di depan pintu untuk pergi mencari rezeki, mereka berkata, “Jangan engkau mencari nafkah dari barang yang haram, karena kami masih sanggup menahan lapar, tapi kami tidak sanggup menahan panasnya api jahanam.”

Kata Rasulullah, “Istri yang paling berkah adalah yang paling sedikit biayanya.” (Ahmad, Al-Hakim, dan Baihaqi dari A’isyah r.a.)

Tapi, “Para wanita mempunyai hak sebagaimana mereka mempunyai kewajiban menurut kepantasan dan kewajaran,” begitu firman Allah swt. di surah Al-Baqarah ayat 228. Pelayanan yang diberikan seorang istri sebanding dengan jaminan dan nafkah yang diberikan suaminya. Ini perintah Allah kepada para suami, “Berilah tempat tinggal bagi perempuan-perempuan seperti yang kau tempati. Jangan kamu sakiti mereka dengan maksud menekan.” (At-Thalaq: 6)

10. Menolong suami dan mendorong keluarga untuk bertakwa

Istri yang shalihah adalah harta simpanan yang sesungguhnya yang bisa kita jadikan tabungan di dunia dan akhirat. Iman Tirmidzi meriwayatkan bahwa sahabat Tsauban mengatakan, “Ketika turun ayat ‘walladzina yaknizuna… (orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah), kami sedang bersama Rasulullah saw. dalam suatu perjalanan. Lalu, sebagian dari sahabat berkata, “Ayat ini turun mengenai emas dan perak. Andaikan kami tahu ada harta yang lebih baik, tentu akan kami ambil”. Rasulullah saw. kemudian bersabda, “Yang lebih utama lagi adalah lidah yang berdzikir, hati yang bersyukur, dan istri shalihah yang akan membantu seorang mukmin untuk memelihara keimanannya.”

11. Mengerti kelebihan dan kekurangan suaminya

Nailah binti Al-Fafishah Al-Kalbiyah adalah seorang gadis muda yang dinikahkan keluarganya dengan Utsman bin Affan yang berusia sekitar 80 tahun. Ketika itu Utsman bertanya, “Apakah kamu senang dengan ketuaanku ini?” “Saya adalah wanita yang menyukai lelaki dengan ketuaannya,” jawab Nailah. “Tapi ketuaanku ini terlalu renta.” Nailah menjawab, “Engkau telah habiskan masa mudamu bersama Rasulullah saw. dan itu lebih aku sukai dari segala-galanya.”

12. Pandai bersyukur kepada suami

Rasulullah saw. bersabda, “Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada suaminya, sedang ia sangat membutuhkannya.” (An-Nasa’i).

13. Cerdas dan bijak dalam menyampaikan pendapat

Siapa yang tidak suka dengan wanita bijak seperti Ummu Salamah? Setelah Perjanjian Hudhaibiyah ditandatangani, Rasulullah saw. memerintahkan para sahabat untuk bertahallul, menyembelih kambing, dan bercukur, lalu menyiapkan onta untuk kembali pulang ke Madinah. Tetapi, para sabahat tidak merespon perintah itu karena kecewa dengan isi perjanjian yang sepertinya merugikan pihak kaum muslimin.

Rasulullah saw. menemui Ummu Salamah dan berkata, “Orang Islam telah rusak, wahai Ummu Salamah. Aku memerintahkan mereka, tetapi mereka tidak mau mengikuti.”

Dengan kecerdasan dalam menganalisis kejadian, Ummu Salamah mengungkapkan pendapatnya dengan fasih dan bijak, “Ya Rasulullah, di hadapan mereka Rasul merupakan contoh dan teladan yang baik. Keluarlah Rasul, temui mereka, sembelihlah kambing, dan bercukurlah. Aku tidak ragu bahwa mereka akan mengikuti Rasul dan meniru apa yang Rasul kerjakan.”

Subhanallah, Ummu Salamah benar. Rasulullah keluar, bercukur, menyembelih kambing, dan melepas baju ihram. Para sahabat meniru apa yang Rasulullah kerjakan. Inilah berkah dari wanita cerdas lagi bijak dalam menyampaikan pendapat. Wanita seperti inilah yang patut mendapat cinta dari seorang lelaki yang shalih

[tokoh Islam]-Salahuddin al-Ayubi





(Petikan dari Abul Hassan ali Nadawi, Saviors of Islamic Spirit)


Salahuddin dibesarkan sama seperti anak-anak orang Kurd biasa (Poole, 1914). Pendidikannya juga seperti orang lain, belajar ilmu-ilmu sains di samping seni peperangan dan mempertahankan diri. Tiada siapapun yang menjangka sebelum ia menguasai Mesir dan menentang tentera Salib bahawa anak Kurd ini suatu hari nanti akan merampas kembali Palestin dan menjadi pembela akidah Islamiah yang hebat. Dan tiada siapa yang menyangka pencapaiannya demikian hebat sehingga menjadi contoh dan perangsang memerangi kekufuran sehingga ke hari ini.
Stanley Lane Poole (1914) seorang penulis Barat menyifatkan Salahuddin sebagai anak seorang governor yang memilliki kelebihan daripada orang lain tetapi tidak menunjukkan sebarang tanda-tanda ia akan menjadi orang hebat pada masa depan. Akan tetapi ia menunjukkan akhlak yang mulia.
Walau bagaimana pun Allah telah mentakdirkannya untuk menjadi pemimpin besar pada zamannya dan Allah telah menyediakan dan memudahkan jalan-jalannya untuk bakal pemimpin agung itu. Ketika ia menjadi tentera Al-Malik Nuruddin, sultan Aleppo, ia diperintahkan untuk mara ke Mesir. Pada masa itu Mesir diperintah oleh sebuah kerajaan Syi’ah yang tidak bernaung di bawah khalifah. Kadi Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah menulis bahawa Salahuddin sangat berat dan memaksa diri untuk pergi ke Mesir bagaikan orang yang hendak di bawa ke tempat pembunuhan (Kadi Bahauddin, 1234). Tetapi itulah sebenarnya apa yang dimaksudkan dengan firman Allah, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu” (Al-Baqarah:216)

Pertukaran Hidup Salahuddin
Apabila Salahuddin menguasai Mesir, ia tiba-tiba berubah. Ia yakin bahawa Allah telah mempertanggungjawabkan kepadanya satu tugas yang amat berat yang tak mungkin dapat dilaksanakan jika ia tidak bersungguh-sungguh. Bahauddin telah menuliskan dalam catatannya bahawa Salahuddin sebaik-baik sahaja ia menjadi pemerintah Mesir, dunia dan kesenagannya telah lenyap dari pandangan matanya. Dengan hati yang rendah dan syukur kepada Allah ia telah menolak godaan-godaan dunia dan segala kesenangannya (Kadi Bahauddin,1234).
Bahkan Stanley Lane Poole(1914) telah menuliskan bahwa Salahuddin mengubah cara hidupnya kepada yang lebih keras. Ia bertambah wara’ dan menjalani hidup yang lebih berdisiplin dan sederhana. Ia mengenepikan corak hidup senang dan memilih corak hidup “Spartan” yang menjadi contoh kepada tenteranya. Ia menumpukan seluruh tenaganya untuk satu tujuan iaitu untuk membina kekuasaan Islam yang cukup kuat untuk menghalau orang kafir dari tanah air Islam. Salahuddin pernah berkata, “Ketika Allah menganugerahkan aku bumi Mesir, aku yakin Dia juga bermaksud Palestin untukku. Ini menyebabkan ia menjuarai perjuangan Islam. Sehubungan dengan ia telah menyerahkan dirinya untuk jalan jihad.


Semangat Jihadnya
Fikiran Salahuddin sentiasa tertumpu kepada jihad di jalan Allah. Kadi Bahauddin telah mencatatkan bahawa semangat Salahuddin yang berkobar-kobar untuk berjihad menentang tentera Salib telah menyebabkan jihad menjadi tajuk perbincangan yang paling digemarinya. Ia sentiasa meluahkan seluruh tenaganya untuk memperkuat pasukan tenteranya, mencari mujahid-mujahid dan senjata untuk tujuan berjihad. Jika ada sesiapa yang bercakap kepadanya berkenaan jihad ia akan memberikan sepenuh perhatian. Sehubungan dengan ini ia lebih banyak di dalam khemah perang daripada duduk di istana bersama sanak keluarga. Siapa sahaja yang menggalakkannya berjihad akan mendapat kepercayaannya.
Siapa sahaja yang memerhatikannya akan dapat melihat apabila ia telah memulakan jihat melawan tentera salib ia akan menumoukan seluruh perhatiannya kepada persiapan perang dan menaikkan semangat tenteranya. Dalam medan peperangan ia bagaikan seorang ibu yang garang kehilangan anak tunggal akibat dibunuh oleh tangan jahat. Ia akan bergerak dari satu hujung medan peperangan ke hujung yang lain untuk mengingatkan tenteranya supaya benar-benar berjihad di jalan Allah semata-mata. Ia juga akan pergi ke seluruh pelosok tanah air dengan mata yang berlinang mengajak manusia supaya bangkit membela Islam.
Ketika ia mengepung Acre ia hanya minum, itupun selepas dipaksa oleh doktor peribadinya tanpa makan. Doktor itu berkata bahawa Salahuddin hanya makan beberapa suap makanan semenjak hari Jumaat hingga Isnin kerena ia tidak mahu perhatiannya kepada peperangan terganggu. (Kadi Bahauddin, 1234)

Peperangan Hittin
Satu siri peperangan yang sengit telah berlaku antara tentera Salahuddin dengan tentera Salib di kawasan Tiberias di kaki bukit Hittin. Akhirnya pada 24 Rabiul-Akhir, 583 H, tentera Salib telah kalah teruk. Dalam peperangan ini Raja Kristian yang memerintah Palestin telah dapat di tawan beserta adiknya Reginald dari Chatillon. Pembesar-pembasar lain yang dapat ditawan ialah Joscelin dari Courtenay, Humphrey dari Toron dan beberapa orang ternama yang lain. Ramai juga tentera-tentera Salib berpangkat tinggi telah tertawan. Stanley Lane-Poole menceritakan bawaha dapat dilihat seorang tentera Islam telah membawa 30 orang tentera Kristian yang ditawannya sendiri diikat dengan tali khemah. Mayat-mayat tentera Kristian bertimbun-timbun seperti batu di atas batu di antara salib-salib yang patah, potongan tangan dan kaki dan kepala-kepala manusia berguling seperti buah tembikai. Dianggarkan 30,000 tentera Kristian telah mati dalam peperangan ini. Setahun selepas peperangan, timbunan tulang dapat dilihat memutih dari jauh.

Kecintaan Salahuddin kepada Islam
Peperangan Hittin telah menyerlahkan kecintaan Salahuddin kepada Islam. Stanley Lane-Poole menulis bahawa Salahuddin berkhemah di medan peperangan semasa peperanggan Hittin. Pada satu ketika setelah khemahnya didirikan diperintahkannya tawanan perang dibawa ke hadapannya. Maka dibawalah Raja Palestin dan Reginald dari Chatillon masuk ke khemahnya. Dipersilakan sang Raja duduk di dekatnya. Kemudian ia bangun pergi ke hadapan Reginald lalu berkata, “Dua kali aku telah bersumpah untuk membunuhnya. Pertama ketika ia bersumpah akan melanggar dua kota suci dan kedua ketika ia menyerang jamaah haji. Ketahuilah aku akan menuntut bela Muhammat atasnya”. Lalu ia menghunuskan pedangnya dan memenggal kepala Reginald. Mayatnya kemudian dibawa keluar oleh pengawal dari khemah.
Raja Palestin apabila melihat adiknya dipancung, ia mengeletar kerana menyangka gilirannya akan tiba. Tetapi Salahuddin menjamin tidak akan mengapa-apakannya sambil berkata, “Bukanlah kelaziman seorang raja membunuh raja yang lain, tetapi orang itu telah melanggar segala batas-batas, jadi terjadilah apa yang telah terjadi”.
Tindakan Salahuddin adalah disebabkan kebiadaban Reginald kepada Islam dan Nabi Muhammad. Kadi Bahauddin bin Shaddad, penasihat kepercayaan Salahuddin mencatatkan bila jamaah haji dari Palestin diserang dicederakan tanpa belas kasihan oleh Reginald, di antara tawanannya merayu supaya mereka dikasihani. Tetapi Reginald dengan angkuhnya mengatakan, “Mintalah kepada nabi kamu , Muhammad, untuk menyelematkan kamu”. Apabila ia mendapat berita ini ia telah berjanji akan membunuh Reginald dengan tangannya sendiri apabila ia dapat menangkapnya.

Menawan Baitul Muqaddis
Kemenangan peperangan Hittin telah membuka jalan mudah kepada Salahuddin untuk menawan Baitul Muqaddis. Kadi Bahauddin telah mencatatkan bahawa Salahuddin sangat-sangat berhajat untuk menawan baitul Muqaddis hinggakan bukitpun akan mengecut dari bebanan yang dibawa di dalam hatinya.
Pada hari Jumaat, 27 Rajab, 583H, iaitu pada hari Isra’ Mi’raj, Salahuddin telah memasuki banda suci tempat Rasulullah saw. naik ke langit. Dalam catatan Kadi Bahauddin ia menyatakan inilah kemengan atas kemengang. Ramai orang yang terdiri dari ulama, pembesar-pembesar, peniaga dan orang-prang biasa datang meraikan gembira kemenangan ini. Kemudiannya ramai lagi orang datang dari pantai dan hampir semua ulama-ulama dari Mesir dan Syria datang untuk mengucapkan tahniah kepada Salahuddin. Boleh dikatakan hampir semua pembesar-pembesar datang. Laungan “Allahhu Akbar” dan “Tiada tuhan melainkan Allah” telah memenuhi langit. Selepas 90 tahun kini sembahyang Jumaat telah diadakan semula di Baitul Muqaddid. Salib yang terpampang di ‘Dome of Rock’ telah diturunkan. Betapa hebatnya peristiwa ini tidak dapat digambarkan. Hanya Allah sahaja yang tahu betapa hebatnya hari itu.

Salahuddin yang Penyayang
Sifat penyayang dan belas kasihan Salahuddin semasa peperangan ini sangat jauh berbeza daripada kekejaman musuh Kristiannya. Ahli sejarah Kristian pun mengakui hal ini. Lane-Poole mengesahkan bahwa kebaikan hati Salahuddin telah mencegahnya daripada membalas dendam. Ia telah menuliskan yang Salahuddin telah menunjukkan ketiggian akhlaknya ketika orang-orang Kristian menyerah kalah. Tenteranya sangat bertanggungjawab, menjaga peraturan di setiap jalan, mencegah segala bentuk kekerasan hinggakan tiada kedengaran orang-orang Kristian dipersalah-lakukan. Semua jalan keluar-masuk ke Baitul Muqaddis di tangannya dan seorang yang amanah telah dilantik di pintu Nabi Daud untuk menerima wang tebusan daripada orang-orang Kristian yang ditawan.
Lane-Poole juga telah menuliskan bahawa Salahuddin telah mengatakan kepada pegawainya, “Adikku telah membuat infak, Padri besar pun telah benderma. Sekarang giliranku pula”. Lalu ia memerintahkan pegawainya mewartakan di jalan-jalan Jerusalem bahawa sesiapa yang tidak mampu membayar tebusan boleh dibebaskan. Maka berbondong-bondonglah orang keluar dari pintu St. Lazarus dari pagi hingga ke malam. Ini merupakan sedekah Salahuddin kepada orang miskin tanpa mengidar bilangan mereka.
Selanjutnya Lane-Poole menuliskan bagaimana pula tindak-tanduk tentera Kristian ketika menawan Baitul Muqaddis kali pertama pada tahun 1099. Telah tercatat dalam sejarah bahawa ketika Godfrey dan Tancred menunggang kuda di jalan-jalan Jerusalem jalan-jalan itu ‘tersumbat’ dengan mayat-mayat, orang-orang Islam yang tidak bersenjata disiksa, dibakar dan dipanah dari jarak dekat di atas bumbung dan menara rumah-rumah ibadah. Darah yang membasahi bumi yang mengalir dari pembunuhan orang-orang Islam secara beramai-ramai telah mencermarkan kesucian gereja di mana sebelumnya kasih sayang sentiasa diajarkan. Maka sangat bernasip baik orang-orang Kristian apabila mereka dilayan dengan baik oleh Salahuddin.
Lane-Poole juga menuliskan, jika hanya penaklukan Jerusalem sahaja yang diketahui mengenai Salahuddin, maka ia sudah cukup membuktikan dialah seorang penakluk yang paling penyantun dan baik hati di zamannya bahkan mungkin di sepanjang zaman.

Perang Salib Ketiga
Perang Salib pertama ialah kejatuhan Palestin kepada orang-orang Kristian pada tahun 1099 (490H) manakal yang kedua telah dimenangi oleh Salahuddin dalam peperangan Hittin pada tahun 583H (1187M) di mana beberapa hari kemudian ia telah menawan Baitul Muqaddis tanpa perlawanan. Kekalahan tentera Kristian ini telah menggegarkan seluruh dunia Kristian. Maka bantuan dari Eropah telah dicurahkan ke bumi Palestin. Hampir semua raja dan panglima perang dari dunia Kristian seperti Fredrick Barbossa raja Jerman, Richard The Lion raja England, Philips Augustus raja Perancis, Leopold dari Austria, Duke of Burgundy dan Count of Flanders telah bersekutu menyerang Salahuddin yang hanya dibantu oleh beberapa pembesarnya dan saudara maranya serta tentaranya untuk mempertahankan kehormatan Islam. Berkat pertolongan Allah mereka tidak dapat dikalahkan oleh tentera bersekutu yang besar itu.
Peperangan ini berlanjutan selama 5 tahun hingga menyebabkan kedua belah pihak menjadi lesu dan jemu. Akhirnya kedua belah pihak bersetuju untuk memuat perjanjian di Ramla pada tahun 588H. Perjanjian ini mengakui Salahuddin adalah pengusa Palestin seluruhnya kecuali bandar Acra diletakkan di bawah pemerintahan Kristian. Maka berakhirlah peperangan Salib ketiga.
Lane-Poole telah mencatatkan perjajian ini sebagai berakhirnya Perang Suci yang telah berlajutan selama 5 tahun. Sebelum kemenangan besar Hittin pada bulan Julai, 1187M, tiada satu inci pun tanah Palestin di dalam tangan orang-orang Islam. Selepas Perjanjian Ramla pada bulan September, 1192M, keseluruhanya menjadi milik meraka kecuali satu jalur kecil dari Tyre ke Jaffa. Salahuddin tidak ada rasa malu apapun dengan perjanjian ini walaupun sebahagian kecil tanah Palestin masih di tangan orang-orang Kristian. Atas seruan Pope, seluruh dunia Kristian telah mengangkat senjata. Raja England, Perancis, Sicily dan Austria serta Duke of Burgundy, Count of Flanders dan beratus-ratus lagi pembesar-pembesar telah bersekutu membantu Raja dan Putra Mahkota Palestin untuk mengembalikan kerajaan Jerusalem kepada pemerintahan Kristian. Walau bagaimana pun ada raja yang mati dan ada yang balik dan sebahagian pembesar-pembesar Kristian telah terkubur di Tanah Suci itu, tetapi Tanah Suci itu masih di dalam tangan Salahuddin.
Selanjutnya Lane-Poole mencatatkan, seluruh kekuatan dunia Kritian yang telah ditumpukan dalam peperangan Salib ketiga tidak mengoyangkan kekuatan Salahuddin. Tenteranya mungkin telah jemu dengan peperangan yang menyusahkan itu tetapi mereka tidak pernah undur apabila diseru untuk menjualkan jiwa raga mereka di jalan Tuhan. Tenteranya yang berada jauh di lembah Tigirs di Iraq mengeluh dengan tugas yang tidak henti-henti, tetapi ketaatan meraka yang tidak pernah berbelah bagi. Bahkan dalam peperangan Arsuf, tenteranya dari Mosil (sebuah tempat di Iraq) telah menunjukkan ketangkasan yang hebat. Dalam peperangan ini, Salahuddin memang boleh memberikan kepercayaan kepada tentra-tenteranya dari Mesir, Mesopotamia, Syria, Kurds, Turkmans, tanah Arab dan bahkan orang-orang Islam dari mana-mana sahaja. Walaupun mereka berlainan bangsa dan kaum tetapi Salahuddin telah dapat menyatukan mereka di atas jalan Tuhan daripada mula peperangan pada tahun 1187 hinggalah berakhirnya pada tahun 1192.
Lane-Poole juga menuliskan dalam peperangan ini Salahuddin sentiasa syura. Ia mempunyai majlis syura yang membuat keputusan-keputusan ketenteraan. Kadang-kadang majlis ini membatalkan keputusan Salahuddin sendiri. Dalam majlis ini tiada siapa yang mempunyai suara lebih berat tiada siapa yang lebih mempengaruhi fikiran Salahuddin. Semuanya sama sahaja. Dalam majlis itu ada adiknya, anak-anaknya, anak saudaranya, sahabat-sahabat lamanya, pembesar-pembesar tentera, kadi, bendahari dan setiausaha. Semuanya mempunyai sumbangan yang sama banyak dalam membuat keputusan. Pendeknya semuanya menyumbang dalam kepakaran masing-masing. Walau apa pun perbincangan dan perdebatan dalam majlis itu, mereka memberikan ketaatan mereka kepada Salahuddin.

Wafatnya Salahuddin
Pada hari Rabu, 27 Safar, 589H, pulanglah Salahuddin ke rahmatullah selepas berhempas pulas mengembalikan tanah air Islam pada usia 57 tahun. Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah menulis mengenai hari-hari terakhir Salahuddin. Pada malam 27 Safar, 12 hari selepas ia jatuh sakit, ia telah menjadi sangat lemah. Syeikh Abu Ja’afar seorang yang wara’ telah diminta menemani Salahuddin di Istana supaya jika ia nazak, bacaan Qur’an dan syahadah boleh diperdengarkan kepadanya. Memang pada malam itu telah nampak tanda-tanda berakhirnya hayat Salahuddin. Syeikh Abu Jaafar telah duduk di tepi katilnya semenjak 3 hari yang lepas membacakan Qur’an. Dalam masa ini Salahuddin selalu pingsan dan sedar sebentar. Apabila Syeikh Abu Jaafar membacakan ayat, “Dialah Allah, tiada tuhan melainkan Dia, Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata” (Al-Hasyr: 22), Salahuddin membuka matanya sambil senyum, mukanya berseri dan denga nada yang gembira ia berkata, “Memang benar”. Selepas ia mengucapkan kata-kata itu rohnya pun kembali ke rahmatullah. Masa ini ialah sebelum subuh, 27 Safar.
Seterusnya Bahauddin menceritakan Salahuddin tidak meninggalkan harta kecuali satu dinar dan 47 dirham ketika ia wafat. Tiada rumah-rumah, barang-barang, tanah, kebun dan harta-harta lain yang ditinggalkannya. Bahkan harta yang ditinggalkannya tidak cukup untuk kos pengkebumiannya. Keluarganya terpaksa meminjam wang untuk menanggung kos pengkebumian ini. Bahkan kain kafan pun diberikan oleh seorang menterinya.

Salahuddin yang Wara’
Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah mencatatkan berkenaan kewarakan Salahuddin. Satu hari ia berkata bahawa ia telah lama tidak pergi sembahyang berjemaah. Ia memang suka sembahyang berjemaah, bahkan ketika sakitnya ia akan memaksa dirinya berdiri di belakang imam. Disebabkan sembahyang adalah ibadah utama yang diasaskan oleh Rasulullah saw, ia sentiasa mengerjakan sembahyang sunnat malam. Jika disebabkan hal tertentu ia tidak dapat sembahyang maka, ia akan menunaikannya ketika hampir subuh. Bahauddin melihatnya sentiasa sembahyang di belakang imam ketika sakitnya, kecuali tiga terakhir di mana ia telah tersangat lemah dan selalu pingsan. Tetapi ia tidak pernah tinggal sembahyang fardhu. Ia tidak pernah membayar zakat kerana ia tidak mempunyai harta yang cukup nisab. Ia sangat murah hati dan akan menyedekahkah apa yang ada padanya kepada fakir miskin dan kepada yang memerlukan hinggakan ketika wafatnya ia hanya memiliki 47 dirham wang perak dan satu dinar wang emas. Ia tidak meninggalkan harta.
Bahauddin juga mencatatkan bahawa Salahuddin tidak pernah meninggalkan puasa Ramadhan kecuali hanya sekali apabila dinasihatkan oleh Kadi Fadhil. Ketika sakitnya pun ia berpuasa sehinggalah doktor menasihatkannya dengan keras supaya berbuka. Lalu ia berbuka dengan hati yang berat sambil berkata, “Aku tak tahu bila ajal akan menemuiku”. Maka segera ia membayar fidyah.
Dalam catatan Bahauddin juga menunjukkan Salahuddin teringin sangat menunaikan haji ke Mekah tetapi ia tidak pernah berkesempatan. Pada tahun kewafatannya, keinginannya menunaikan haji telah menjadi-jadi tetapi ditakdirkan dia ajal.Ia sangat gemar mendengar bacaan Qur’an. Dalam medan peperangan ia acap kali duduk mendengar bacaan Qur’an para pengawal yang dilawatnya sehingga 3 atau 4 juzu’ semalam. Ia mendengar dengan sepenuh hati dan perhatian sehingga air matanya membasahi dagunya. Ia juga gemar mendengar bacaan hadis Rasulullah saw. Ia akan memerintahkan orang-orang yang bersamanya duduk apabila hadis dibacakan. Apabila ulama hadis datang ke bandar, ia akan pergi mendengar kuliahnya. Kadang kadang ia sendiri membacakan hadis dengan mata yang berlinang. Dalam peperangan kadang-kadang ia berhenti di antara musuh-musuh yang datang untuk mendengarkan hadis-hadis dibacakan kepadanya. Ia juga sangat berpegang teguh kepada rukun iman hinggakan ia telah mengarahkan anaknya al-Malik al-Zahir membunuh Suhrawady yang membawa ajaran sesat.
Salahuddin sangat yakin dan percaya kepada pertolongan Allah. Ia biasa meletakkan segala harapannya kepada Allah terutama ketika dalam kesusahan. Pada satu ketika ia berada di Jerusalem yang pada masa itu seolah-olah tidak dapat bertahan lagi daripada kepungan tentera bersekutu Kristian. Walaupun keadaan sangat terdesak ia enggan untuk meninggalkan kota suci itu. Malam itu adalah malam Jumaat musim sejuk. Bahauddin mencatatkan, “Hanya aku dan Salahuddin sahaja pada masa itu. Ia menghabiskan masa malam itu dengan bersembahyang dan munajat. Pada tengah malam saya minta supaya ia berehat tetapi jawabnya, “Ku fikir kau mengantuk. Pergilah tidur sejenak”. Bila hampis subuh akupun bangun dan pergi mendapatkannya. Aku dapati ia sedang membasuh tangannya. “Aku tidak tidur semalam” katanya. Selepas sembahyang subuh aku berkata kepadanya, “Kau kena munajat kepada Allah memohon pertolongan-Nya”. Lalu ia bertanya, “Apa yang perlu ku lakukan?”
Aku menjawab, “Hari ini hari Jumaat. Engkau mandilah sebelum pergi ke masjid Aqsa. Keluarkanlah infaq dengan senyap-senyap. Apabila kau tiba di masjid, sembahyanglah dua rakaat selepas azan di tempat Rasulullah saw pernah sembahyang sebelum mi’raj dahulu. Aku pernah membaca hadis doa yang dibuat di tempat itu adalah mustajab. Oleh itu kau bermunajatlah kepada Allah dengan ucapan“Ya Tuhanku, aku telah kehabisan segala bekalanku.Kini aku mohon pertolongan-Mu.Aku menyerahkan diriku kepada-Mu.Aku yakin hanya Engkau sahaja yang boleh menolongku dalam keadaan yang genting ini”
Aku mengatakan kepadanya, “Aku sangat berharap Allah akan mengkabulkan doamu”. Lalu Salahuddin melakukan apa yang ku usulkan. Aku berada di sebelahnya ketika dahinya mencecah bumi sambil menangis hingga air matanya mambasahi janggutnya dan menitik ke tempat sembahyang. Aku tidak tahu apa yang didoakannya tetapi aku melihat tanda-tanda doanya dikabulkan sebelum hari itu berakhir. Perbalahan berlaku di antara musuh-musuh yang menatijahkan berita baik bagi kami beberapa hari kemudian. Akhirnya mereka membuka khemah-khemah mereka dan berangkat ke Ramla pada hari Isnin pagi”

Perangai Salahuddin
Siapa yang rapat dengannya mengatakan ia adalah seorang Islam yang taat kepada Allah, sangat peka kepada keadilan, pemurah, lembut hati, sabar dan tekun. Bahauddin bin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah mencatatkan ia telah memberikan masa untuk rakyat dua kali seminggu, iaitu pada hari Isnin dan Selasa. Pada masa ini ia disertai oleh pembesar-pembesar negara, ulama dan kadi. Semua orang boleh berjumpa dengannya. Ia sendiri akan membacakan aduan yang diterimanya dan mengucapkan untuk dituliskan oleh juru tulis tindakan yang perlu diambil dan terus ditandatanganinya pada masa itu juga. Ia tidak pernah membenarkan orang meninggalkannya selagi ia belum menyempurnakan hajat orang itu. Dalam masa yang sama ia sentiasa bertasbih kepada Allah.
Jika ada orang membuat aduan, ia akan mendegarkan dengan teliti dan kemudian memberikan keputusannya. Sauatu hari seorang lelaki telah membuat aduan berkenaan Taqiuddin, anak saudaranya sendiri. Dengan segera ia memanggil anak saudaranya itu dan meminta penjelasan. Dalam ketika yang lain ada orang yang membuat tuduhan kepada Salahuddin sendiri. Yang memerlukan penyiasatan. Walaupun tuduhan orang itu didapati tidak berasas, ia telah menghadiahkan orang itu sehelai jubah dan beberapa pemberian yang lain.
Ia adalah seorang yang mulia dan baik hati, lemah lembut, penyabar dan sangat benci kepada ketidak adilan. Ia sentiasa mengabaikan kesilapan-kesilapan pembantu-pembantu dan khadam-khadamnya. Jika mereka melakukan kesilapan yang memanaskan hatinya, ia tidak pernah menyebabkan kemarahannya menjatuhkan air muka mereka. Pada suatu ketika ia pernah meminta air minum, tetapi entah apa sebabnya air itu tidak diberikan kepadanya. Ia meminta sehingga lima kali lalu berkata, “Aku hampir mati kehausan”. Ia kemudian meminum air yang dibawakan kepadanya tanpa menunjukkan kemarahan. Dalam ketika yang lain ia hendak mandi selepas mengalami sakit yang agak lama. Didapatinya air yang disediakan agak panas, lalu ia meminta air sejuk. Sebanyak dua kali khadamnya menyebabkan air sejuk terpercik kepadanya. Disebabkan ia belum benar-benar sihat, ia merasa kesejukan tetapi ia hanya berkata kepada khadamnya, “Cakap sajalah kalau kau tak suka kepadaku”. Lalu khadam itu cepat-cepat minta maaf dan Salahuddin terus memaafkannya.
Bahauddin juga telah mencatatkan beberapa peristiwa yang menunjukkan sifat pemurah dan baik hati Salahuddin. Kadang-kadang kawasan yang baru ditawannya pun diberikannya kepada pengikutnya. Satu ketika ia telah berjaya menawan bandar ‘Amad. Lalu seorang perwira tentera, Qurrah Arslan, menyatakan keinginannya untuk memerintah bandar itu. Dengan senang hati ia memberikannya. Bahkan dalam beberapa ketika ia menjualkan hartanya semata-mata untuk membeli hadiah. Melihat betapa pemurahnya Salahuddin, bendaharinya selalu merahsiakan baki wang simpanan untuk digunakan semasa kecemasan. Jika ia tahu, ia akan menyedekahkan khazanah negara sehingga habis. Salahuddin pernah mengatakan ada orang baginya wang dan debu sama sahaja. “Aku tahu”, kata Bahauddin, “Ia mengatakan dirinya”.
Salahuddin tidak pernah membiarkan tetamunya meninggalkannya tanpa hadiah atau sebarang bentuk pemberian tanda penghargaan, walaupun tamunya itu seorang kafir. Raja Saida pernah melawat Salahuddin dan ia menyambutnya dengan tangat terbuka, melayannya dengan hormat dan mengambil kesempatan menerangkan Islam. Bahkan Salahuddin sentiasa mengirimkan ais dan buah-buahan kepada Richard the Lion, musuh ketatnya, ketika Raja inggeris itu sakit.
Hatinya memang sangat lembut hingga ia sangat mudah terkesan apabila melihat orang dalam kesusahan dan kesedihan. Suatu hari seorang perempuan Kristian datang mengadu kehilangan bayinya. Perempuan itu menangis dan meraung di depan Salahuddin sambil menceritakan bayinya dicuri dari khemahnya. Perempuan itu seterusnya mengatakan ia telah dimaklumkan hanya Salahuddin sahaja yang boleh mendapatkan bayi itu kembali. Hatinya tersentuh mendengar cerita perempuan itu lalu iapun turut menangis. Ia segera memerintahkan pegawai-pegawainya mencari bayi itu di pasar hamba-sahaya. Tidak lama kemudian bayi itu telah dapat dibawa kembali lalu dengan rasa gembira mendoakan kesejahteraan Salahuddin.
Bahauddin juga mencatatkan Salahuddin sangat kasihan belas kepada anak-anak yatim. Bila ia terjumpa anak-anak yatim ia akan menguruskan supaya ada orang menjadi penjaga anak itu. Kadang-kadang ia sendiri yang akan menjaga dan membesarkan anak yatim yang ditemuinya. Ia juga sangat kasihan melihat orang tua atau yang kurang upaya dan akan memberikan penjagaan yang khas kepada mereka apabila ia bertemu dengan orang sedemikian.

Kesungguhan dan Semangat
Ketika mengepung bandar Acre, Bahauddin mencatatkan bahawa Salahuddin mengidap sakit kuat yang mengebabkan beliau sangat susah untuk bangun. Meskipun demikian, ia keluar menunggang kudanya untuk memeriksa angkatan tenteranya. Bahauddin bertanya kepadanya bagaimana ia boleh menahan sakitnya. Maka Salahuddin menjawab, “Penyakit akan peninggalkanku apabila kamu menunggang kuda”.
Dalam ketika yang lain ia sebenarnya dalam keadaan yang lemah akibat sakit tetapi pergi memburu musuh sepanjang malam. “Apabila ia sakit”, kata Bahauddin, “Aku dan doktor akan bersamanya sepanjang malam. Ia tidak dapat tidur akibat menahan sakit, tetapi apabila pagi menjelang, ia akan menunggang kuda untuk melawan musuh. Ia menghantar anak-anaknya ke medan perang sebelum memerintahkan orang lain berbuat demikian. Aku dan doktornya bersamanya sepanjang hari menunggang kuda sehinggalah musuh berundur apabila senja menjelang. Ia hanya akan kembali ke khemah selepas memberikan arahan untuk kawalan keselamatan pada waktu malam”.
Dalam kesungguhan, semangat dan ketahanan rasanya tiada siapa yang boleh menandingi Salahuddin. Kadang-kadang ia sediri pergi ke kawasan perkhemahan tentera musuh bersama perisik-perisiknya sekali bahkan dua kali sehari. Ketika berperang ia sendiri akan pergi merempun celah-celah tentera musuh yang sedang mara. Ia sentiasa mengadakan pemeriksaan ke atas setiap tenteranya dan memberikan arahan kepada panglima-panglima tenteranya. Bahauddin ada mencatatkan satu kisah yang menunjukkan betama beraninya Salahuddin. Salahuddin diberitahu bahawa ia selalu mendengar bacaan hadis pada masa lapang bukannya ketika perang. Apabila mendengar perakara ini ia segera mengarahkan supaya hadis-hadis dibacakan kepadanya ketiak peperangan sedang berkecamuk dengan sengitnya.
Salahuddin tidak pernah gentar dengan ramainya tentera Salib yang datang untuk menentangnya. Dalam bebeerapa ketika, tentera Salib berjumah sehingga 600,000 orang, tetapi Salahuddin menghadapinya dengan tentera yang jauh lebih sedikit. Berkat pertolongan Allah ia menang, membunuh ramai musuh dan membawa ramai tawanan. Ketika mengepung Acre, pada satu petang lebih dari 70 kapal tentera musuh beserta senjata berat mendarat pada satu petang. Boleh dikatakan semua orang merasa gentar kecuali Salahuddin. Dalam satu peperangan yang sengit semasa kepungan ini, serangan mendadak besar-besaran dari musuh telah menyebabkan tentera Islam kelam kabut. Tentera musuh telah merempuh khemah-khemat tentera Islam bahkan telah sampai ke khamah Salahuddin dan mencabut benderanya. Tetapi Salahuddin bertahan dengan teguhnya dan berjaya mengatur tenteranya kembali sehingga ia berjaya membalikkan kekalahan menjadi kemenangan. Musuh telah kalah teruk dan berundur meninggalkan lebih kurang 7,000 mayat-mayat.
Bahauddin ada mencatatkan betapa besarnya cita-cita Salahuddin. Suati hari Salahuddin pernah berkata kepadanya, “Aku hendak beri tahu padamu apa yang ada dalam hatiku. Apabila Allah mentakdirkan seluruh tanah suci ini di bawah kekuasaanku, aku akan serahkan tanah-tanah kekuasaanku ini kepada anak-anakku, ku berikan arahan-arahanku yang terakhir lalu ku ucapkan selamat tinggal. Aku akan belayar untuk menaklukkan pulau-pulau dan tanah-tanah. Aku tak akan meletakkan senjata ku selagi masih ada orang-orang kafir di atas muka bumi atau jika ajalku sampai”.

Salahuddin sebagai ulama
Salahuddin memiliki asas pengetahuan agama yang kukuh. Ia juga mengetahui setiap suku-suku kaum Arab dan adat-adat mereka. Bahkan ia mengetahui sifat-sifat kuda Arab walaupun ia sebenarnya orang Kurd. Ia sangat gemar mengumpulkan pengeatahuan dan maklumat dari kawan-kawannya dan utusan-utusannya yang sentiasa berjalan dari satu penjuru ke satu penjuru negerinya. Di samping Qur’an ia juga banyak menghafal syair-syair Arab.
Lane-Poole juga ada menuliskan bahawa Salahuddin berpengetahuan yang dalam dan gemar untuk mendalami lagi bidang-bidang akidah, ilmu hadis serta sanad-sanad dan perawi-perawinya, syariah dan usul figh dan juga tafsir Qur’an

Rujukan:
Kadi Bahauddin bin Shaddad. 1234M,632H. Al-Nawadir-I-Sultania: Sirat Salahuddin (Bin Nawadir-I-Sultania). Mesir (diterbitkan 1317h):31, 32-